Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk baginda Rasulillah Shallallahu
'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Kecintaan Allah haruslah menjadi incaran setiap mukmin.
Mereka berlomba untuk mendapatkannya. Apapun diusahakan untuk meraihnya. Karena
mendapat kecintaan Allah merupakan derajat tertinggi. Dengannya kehidupan
hikiki ada. Tanpanya, yang tinggal hanya kematian.
Kecintaan Allah merupakan ruh iman dan amal shalih orang
beriman. Dialah yang menumbuhkan manisnya iman dalam kalbu sehingga pemiliknya
merasa nikmat untuk taat dan berzikir kepada-Nya. Maka kapan kecintaan kepada
Allah itu hilang dari seseorang, ia tinggal pribadi yang berjasad tanpa ruh.
Kecintaan Allah memiliki beberapa tanda dan sebab. Di antara
sebab-sebab tersebut adalah:
Pertama: Mengikuti petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam. Ini merupakan sebab utama untuk mendapatkan kecintaan Rabb
yang Maha Tinggi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ
اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."(QS. Ali Imran: 31)
Al-Imad Ibnul Katsir berkata, "Ayat yang mulia ini
menghakimi atas setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah sedangkan ia tidak
berada di atas jalan hidup Nabi Muhammad, bahwa ia berdusta dalam pengakuannya
pada saat itu juga. Sehingga ia mengikuti syariat Nabi Muhammad dan dien Nawabi
(Islam yang beliau bawa) dalam semua perkataan dan perbuataannya. Sebagaimana
yang tertera dalam Shahihain, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
beliau bersabda: "Siapa yang beramal dengan satu amalan yang tidak ada
perintahnya dari kami, maka ia tertolak."
Al-Hasan al-Bashri dan ulama salaf lainnya telah berkata: Suatu
kaum mengaku mencintai Allah, lalu Allah menguji mereka dengan ayat ini. lalu
beliau membaca ayat di atas.
Cinta kepada Allah tidak cukup hanya pengakuan. Tapi harus
disertai pembuktian. Dan tanda bukti nyatanya adalah mengikuti utusan-Nya Shallallahu
'Alaihi Wasallam dalam semua keadaanya; baik dalam perkataan dan
perbuatannya, dalam pokok agama dan cabangnya, dalam zahir dan batinnya. Maka
siapa yang mengikuti Rasul itu menunjukkan benarnya pengakuannya. Dan siapa
yang tidak mengikuti Rasul, ia tidak cinta kepada Allah Ta'ala. Karena
kecintaan kepada Allah mengharuskan untuk mengikuti utusan-Nya. Jika hal itu
tidak ditemukan pada seseorang, menunjukkan tidak adanya kecintaan kepada Allah
dalam dirinya, ia dusta dalam pengakuannya.
. . . siapa yang mengikuti Rasul itu menunjukkan benarnya
pengakuannya. Dan siapa yang tidak mengikuti Rasul, ia tidak cinta kepada Allah
Ta'ala. Karena kecintaan kepada Allah mengharuskan untuk mengikuti utusan-Nya.
. .
Kedua: Berlemah lembut kepada kaum mukminin, bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan tidak takut
kecuali hanya kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan sifat
ini dalam satu ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ
مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ
يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela." (QS. Al-Maidah: 54)
Dalam ayat ini Allah Ta'ala telah menyebutkan beberapa sifat
kaum yang mendapatkan kecintaan Allah. Berada pada urutan pertamanya, tawadhu'
dan tidak takabbur (sombong) terhadap kaum muslimin. Lalu mereka tegas terhadap
orang kafir, tidak tunduk dan menghinakan diri di hadapan mereka. Mereka juga
berjihad di jalan Allah; yakni jihad terhadap diri sendiri, syetan, orang-orang
kafir, kaum munafikin dan orang-orang fasik. Mereka tidak takut terhadap celaan
orang yang suka mencela; yakni apabila ia menjalankan perintah agamanya maka ia
tidak mempedulikan terhadap orang yang menghina dan mencelanya.
Ketiga: menegakkan amalan-amalan sunnah sesudah yang fardhu.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadits Qudsi,
وما تَقَرَّب إليَّ عَبْدِي بشيءٍ
أحَبَّ إليَّ مِمَّا افترضتُ
عَليهِ ، ولا يَزالُ
عَبْدِي يَتَقرَّبُ إليَّ بالنَّوافِلِ حتَّى
أُحِبَّهُ
"Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku
dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada ia mengerjakan apa yang telah Aku
wajibnya akepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri
kepada-Ku (setelah menjalankan yang wajib) dengan amal-amal sunnah sehingga Aku
mencintainya." (HR. Al-Bukhari)
Bahwa siapa yang bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri
kepada Allah dengan amalan fardhu lalu diikuti amalan sunnah, Allah akan
mendekatkan ia kepada-Nya dan memenuhi hatinya dengan ma'rifah, pengagungan,
cinta, rindu, takut dan harap kepada-Nya.
Dan di antara macam amalan nafilah ini adalah shalat,
sedekah, umrah, haji (selain haji pertama) dan puasa sunnah.
Keempat: Mencintai, mengungunjungi, menolong dan
menasehati karena Allah. Amal-amal ini terkumpul dalam satu hadits qudsi,
حقَّت محبتي للمتحابين فيَّ
، وحقت محبتي
للمتزاورين فيَّ ، وحقت
محبتي للمتباذلين فيَّ ، وحقت
محبتي للمتواصلين فيَّ
"Kecintaan-Ku untuk orang-orang yang saling mencintai
karena-Ku, Kecintaan-Ku untuk orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku,
Kecintaan-Ku untuk orang-orang yang saling berkorban di jalan-Ku, Kecintaan-Ku
diberikan untuk orang-orang yang saling menyambung kekerabatan karena-Ku."
(HR. Ahmad dan Ibnu HIbban dalam al-Tanashuh. Syaikh Al-Albani menyahihkan
hadits di atas dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 3019, 3020, 3021)
Makna saling mengunjungi karena-Ku: kunjungan sebagian
mereka kepada sebagian yang lain karena Allah dan berharap ridha-Nya karena
adanya ikatan cinta karena Allah atau kerjasama untuk taat kepada-Nya.
Sedangkan makan orang-orang yang saling berkorban di
jalan-Ku: Mengorbankan diri mereka dalam keridhaan-Nya seperti bersepakat untuk
berjihad melawan musuh Allah dan perintah-perintah-Nya yang lain serta
memberikan hartanya kepada saudaranya jika ia sangat membutuhkannya."
(Lihat: al-Muntaqa, Syarh al-Muwatha': 1779)
Kelima: Ujian Allah berupa musibah dan bencana.
Musibah dan bencana yang menimpa seorang mukmin bisa menjadi
sebab datangnya kecintaan Allah dan menjadi bagian dari tanda cinta-Nya kepada
hamba. Ia laksana obat, walaupun pahit ia akan meminumnya untuk mendapatkan apa
yang ia inginkan. Dalam hadits Shahih disebutkan,
إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ
عِظَمِ البَلَاءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا
أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلَاهُمْ فَمَنْ
رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ
سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
"Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya
ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum pasti Dia menguji
mereka. Maka siapa yang ridha (terhadapnya) maka baginya keridhaan Allah, dan
siapa yang marah (terhadapnya) maka baginya kemurkaan Allah." (HR. Al-Tirmidzi
dan Ibnu Majah)
Pada dasarnya, datangnya musibah adalah baik untuk orang
beriman. Karena musibah tersebut menjadi penghapus dosa dan kesalahannya di
dunia. Sehingga di akhirat sudah tidak ada dosa yang dipikulnya. Terlebih
akan diangkat derajatnya dan diampuni dosa-dosanya malalui musibah tersebut.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya maka Dia menyegerakan
hukuman (dosanya) di dunia. Dan apabila Dia menghendaki keburukan (terhadap
hamba-Nya) Dia tahan dosanya sehingga disempurnakan balasannya pada hari
kiamat." (HR. al-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Para ulama menjelaskan, yang ditahan dosanya adalah orang
munafik. Allah menahan dosanya di dunia untuk dibalas secara sempurna pada hari
kiamat.
. . . datangnya musibah adalah baik untuk orang berima . . .
Penutup
Memperoleh kecintaan Allah lebih penting daripada klaim
cinta kepada-Nya. Karena tidak setiap orang yang mengaku cinta kepada-Nya bisa
mendapatkan cinta-Nya. Walaupun kecintaan Allah tidak akan diberikan kecuali
kepada siapa yang benar-benar mencintai-Nya. Di antara bukti cinta kepada-Nya
adalah dengan senantiasa beribadah kepada-Nya dan mengikuti petunjuk
utusan-Nya, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam, dalam setiap aktifitas,
baik berkata atau berbuat.
Semoga Allah menjadikan kita dalam bagian orang-orang yang
mendapatkan kecintaan-Nya, sehingga Dia senantiasa membimbing kita,
mengabulakan doa kita, mengampuni dosa dan kesalahan kita, dan memasukkan kita
ke dalam jannah-Nya. Amiin. [PurWD/voa-islam.com]
0 komentar:
Posting Komentar