Sesungguhnya
Ibadah Shalat merupakan sebaik-baiknya amal, ia mempunyai kedudukan yang mulia
di sisi Allah Subhânahu wa Ta’âla, ibadah inilah yang membedakan antara orang
mukmin dan kafir. Ia merupakan ibadah yang mampu melebur dosa seseorang. Ketika
seorang mukmin mengetahui betapa pentingnya shalat dan begitu mulianya
kedudukannya di sisi Allah Subhânahu wa Ta’âla, maka tentu sebagai seorang
muslim kita harus melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah
digariskan oleh aturan Syariat kita, yaitu Islam. Shalat khusyu’ merupakan
dambaan setiap kita, bahkan berbagai macam cara yang dilakukan seseorang untuk
menggapai Shalat khusyu’, diantara mereka ada yang mematikan lampu ketika
shalat, ada yang memejamkan matanya, ada yang mengosongkan semua fikirannya,
ada yang merasakan terbangnya rohnya ketika shalat, bahkan untuk menggapai
kekhusyukan mereka membuat pelatihan-pelatihan shalat khusyu’. Tentunya semua
hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah memang seperti itu shalat khusyu’?
Apakah cara-cara seperti tersebut sudah sesuai menurut tuntunan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam? Insya Allah melalui beberapa edisi buletin ini
kita akan kupas kenapa pentingnya shalat khusyu’? Apa definisi khusyu’ ? Apa
hukumnya dan apa kiat-kiat untuk menggapainya?
Pentingnya Khusyu’ dalam Shalat.
Khusyu’ merupakan perkara agung, cepat sirnanya dan jarang keberadaanya
ditemukan, khususnya di akhir zaman ini yang penuh dengan berbagai macam fitnah
dan godaan, baik godaan dari manusia maupun godaan dari syetan yang berupaya
memalingkan manusia dari kekhusyukan.
Jauhnya manusia dari kekhusyukan dalam melaksanakan shalat, hal ini adalah
benar adanya, bahkan seorang sahabat besar yang bernama Huzaifah ibnu Yaman
radhiyallahu ‘anhu telah menggambarkan: “Yang pertama kali yang akan hilang
dari agamamu adalah khusyuk’, dan hal yang terakhir yang akan hilang dari
agamamu adalah shalat. Betapa banyak orang shalat tetapi tiada kebaikan
padanya, hampir saja engkau memasuki masjid, sementara tidak ditemukan diantara
mereka orang yang khusyuk.” (Madarijussalikin, Imam Ibnul Qayyim 1/521)
Bila kita tanyakan dan kita pantau shalat yang dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin, maka jawabannya adalah mereka jauh dari kekhusyukan. Fikiran mereka
menerawang entah kemana, hati mereka lalai, bahkan was-was dari syetanpun
muncul tatkala mereka melaksanakan shalat, Oleh karena itu pembahasan seputar
tentang shalat khusyuk ini merupakan pembahasan yang sangat penting sekali, dan
dibutuhkan oleh kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas ibadah
shalatnya. Dimana hal ini akan membawa mereka kepada kebahagian dan kemenangan,
sebagaimana yang telah disebutkan Allah Subhânahu wa Ta’âla di dalam al-Qurân:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu’
dalam shalatnya.” (QS. al-Mu’minuun: 1-2)
Makna Khusyu’
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan bahwa Khusyu’ adalah:
“Ketenangan, tuma’ninah, pelan-pelan, ketetapan hati, tawadhu’, serta merasa
takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla.”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa Khusyu’ adalah: “Menghadapnya
hati di hadapan Robb ‘Azza wa Jalla dengan sikap tunduk dan rendah diri.”
(Madarijusslikin 1/520 )
Definisi lain dari khusyu’ dalam shalat adalah: “Hadirnya hati di hadapan Allah
Subhânahu wa Ta’âla, sambil mengkonsertasikan hati agar dekat kepada Allah
Subhânahu wa Ta’âla, dengan demikian akan membuat hati tenang, tenangnya
gerakan-gerakannya, beradab di hadapan Robbnya, konsentrasi terhadap apa yang
dia katakan dan yang dilakukan dalam shalat dari awal sampai akhir, jauh dari
was-was syaithan dan pemikiran yang jelek, dan ia merupakan ruh shalat. Shalat
yang tidak ada kekhusyukan adalah shalat yang tidak ada ruhnya.” (Tafsir Taisir
Karimirrahman, oleh Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di)
Letak Khusyu’
Tempat khusyu’ adalah di hati, sedangkan buahnya akan tampak pada anggota
badan. Anggota badan hanya akan mengikuti hati, jika kekhusyukan rusak akibat
kelalaian dan kelengahan, serta was-was, maka rusaklah ‘ubudiyah anggota badan
yang lain. Sebab hati adalah ibarat raja, sedangkan anggota badan yang lainnya
sebagai pasukan dan bala tentaranya. Kepadanya-lah mereka ta’at dan darinya-lah
sumber segala perintah, jika sang raja dipecat dengan bentuk hilangnya penghambaan
hati, maka hilanglah rakyat yaitu anggota-anggota badan.
Dengan demikian, menampakkan kekhusyukkan dengan anggota badan, atau melalui
gerakan-gerakan, supaya orang menyangka bahwa si fulan khusyu’, maka hal itu
adalah sikap yang tercela, sebab diantara tanda-tanda keikhlasan adalah
menyembunyikan kekhusyukan.
Suatu ketika Huzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata: “Jauhilah oleh
kalian kekhusyukan munafik, lalu ditanyakan kepadanya: Apa yang dimaksud
kekhusyukan munafik? Ia menjawab: “Engkau melihat jasadnya khusyu’ sementara
hatinya tidak”.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah membagi khusyu’ kepada dua macam, yaitu khusyu’
nifaq dan khusyuk iman.
Khusyu’ nifaq adalah: “Khusyu’ yang tampak pada permukaan anggota badan saja
dalam sifatnya, yang dipaksakan dan dibuat-buat, sementara hatinya tidak
khusyuk.”
Khusyuk iman adalah: “Khusyuknya hati kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla dengan
sikap mengagungkan, memuliakan, sikap tenang, takut dan malu. Hatinya terbuka
untuk Allah Subhânahu wa Ta’âla, dengan keterbukaan yang diliputi kehinaan
karena khawatir, malu bercampur cinta menyaksikan nikmat-nikmat Allah ‘Azza wa
Jalla dan kejahatan dirinya sendiri. Dengan demikian secara otomatis hati
menjadi khusyu’ yang kemudian diikuti khusyu’nya anggota badan.”
Hukum Khusyu’ dalam Shalat.
Menurut pendapat yang kuat, bahwa khusyu’ dalam shalat hukumnya wajib. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah Ta’âla:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian
itu lebih berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. al-Baqarah: 45)
Beliau rahimahullah mengomentari ayat tersebut dengan mengatakan: “Ayat
tersebut mengandung celaan atas orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalat,
celaan tidak akan terjadi kecuali karena meninggalkan perkara-perkara penting
atau wajib, atau karena keharaman yang dilakukan”.
Kemudian bila kita lihat dalam al-Qurân Allah Subhânahu wa Ta’âla menjelaskan
sifat-sifat calon penghuni surga firdaus: “Sungguh beruntunglah orang yang
beriman, yaitu mereka yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. al-Mu’minuun: 1-2),
pada ayat ke 11 Allah Subhânahu wa Ta’âla memberikan isyarat, (bagi orang yang
khusyu’), dengan mengatakan: “Mereka itulah, orang-orang yang mewarisi Surga
Firdaus, mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Mu’minuun: 11)
Melalui ayat tersebut Allah Subhânahu wa Ta’âla mengabarkan bahwa mereka (orang
yang khusyu’) adalah calon pewaris Jannatul Firdaus. Hal tersebut
mengisyaratkan bahwa selain mereka tidak layak mewarisinya. Meraih surga bagi
seorang muslim hukumnya adalah wajib, maka jalan atau wasilah untuk mencapai
surga tersebut hukumnya juga wajib, dan shalat yang khusyu’ hukumnya ikut
menjadi wajib karena merupakan salah satu sarana untuk meraih surga firdaus. wallahu a'lamu
0 komentar:
Posting Komentar