Syababul Muslim | Kebanyakan orang bila selesai membaca Al-Qur’an lalu mengucapkan kalimat “Shadaqallahul ‘Adhiim”. Kebiasaan ini tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena itulah Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu (ulama kontemporer salah satu Universitas di Saudi) dalam buku beliau “Beberapa Pengarahan Islami” menganjurkan Umat Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut, dan menggantinya dengan membaca doa-doa untuk memohon apa yang dibutuhkan, sebab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bila kalian telah selesai membaca Al-Qur’an, maka memohonlah kepada Allah, sebab nanti akan ada suatu kaum yang membaca Al-Qur’an lalu meminta upahnya dari manusia.” Hadits shahih.
Memang pengucapan itu dari segi makna sudah benar, namun
dari segi tuntunan itu yang jadi permasalahan. Apakah Rasulullah atau para sahabat
pernah melakukannya, jika perbuatan itu baik justru mereka akan lebih dahulu
melakukannya, karena mereka sebaik-baik generasi umat ini, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Memang, jika sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas setiap selesai
membaca al-Qur`an ngucapin "shadaqallahul 'adhim" maka kalo
gak ngucapin shadaqallahul ‘adhim rasanya ada yang kurang. Sekarang tinggal
kitanya, mau ngikutin petunjuknya siapa..??
Ada ayat
yang menyebutkan,
قُلْ
صَدَقَ اللَّهُ
“Ucapkanlah: shodaqallahu” [QS. Ali
Imran: 95] bukanlah perintah untuk mengucapkan shadaqallah setiap
selesai baca Al Quran. Ayat tersebut adalah perintah Allah untuk menjelaskan
mengenai kebenaran kitab Allah yaitu taurat dan lainnya. Allah pun membenarkan
isi Al Qur’anul Azhim kepada hamba-Nya. Namun sekali lagi, ayat tersebut bukan
dalil untuk menyatakan disunnahkannya mengucapkan bacaan tadi setelah membaca
Al Qur’an atau setelah membaca beberapa ayat atau membaca surat. Karena tidak
pendukung pula maksud tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
begitu pula dari para sahabatnya radhiyallahu
‘anhum.
Satu hal lagi yang menguatkan, tatkala Ibnu
Mas’ud membacakan awal-awal surat An Nisa’ di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai pada firman Allah,
فَكَيْفَ
إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ
شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti),
apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).”
[QS. An Nisa’: 41] Ketika itu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkan, “Cukup, cukup.” Ibnu Mas’ud
ketika itu menoleh dan melihat nabi sedang menangis karena beliau mengingat
kedudukan mulia untuknya di hari kiamat yang disebutkan dalam ayat ini, “Maka
bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang
saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (wahai Muhammad)
sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” Dan tidak
ada satu nukilan dari para ulama -sejauh yang kami ketahui- yang menyebutkan
bahwa Ibnu Mas’ud selesai Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan
‘cukup’, lalu beliau mengucapkan ‘shodaqollahul ‘adhim.
Padahal
yang ada tuntunan setelah selesai membaca Al Qur’an adalah mengucapkan, “Subhanakallahumma
wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik”
(Maha suci Engkau, ya Allah sambil memuji-Mu. Tiada sesembahan yang berhak
disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu)
Dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Tidaklah
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- duduk di suatu tempat atau membaca
Al Qur’an ataupun melaksanakan shalat kecuali beliau akhiri dengan membaca
beberapa kalimat”. Aku pun bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Wahai
Rasulullah, tidaklah Anda duduk di suatu tempat, membaca Al Qur’an ataupun
mengerjakan shalat melainkan Anda akhiri dengan beberapa kalimat?”
Jawaban beliau,
نَعَمْ،
مَنْ قَالَ خَيْراً خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ قَالَ
شَرّاً كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ [اللَّهُمَّ] وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Betul,
barang siapa yang mengucapkan kebaikan maka dengan kalimat tersebut amal tadi
akan dipatri dengan kebaikan. Barang siapa yang mengucapkan kejelekan maka
kalimat tersebut berfungsi untuk menghapus dosa. Itulah ucapan Subhanakallahumma
wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.
” (HR. An Nasai dalam Al Kubro. Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Al Jami’ Ash
Shahih mimma Laisa fii Ash Shahihain 2: 12 mengatakan, “Hadits ini adalah
hadits yang shahih”)
wallahu a’lam wa ‘ilmuhu atamm
walhamdulillah
Sebagian dikutip dari http://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar